PUASA TRANSFORMATIF: “Tingkatkan Kepedulian Sosial”

Oleh : Kyai Ageng Khalifatullah Malikaz Zaman

Alhamdulillah sudah beberapa hari ini kita melaksanakan Ibadah Puasa. Semoga Allah menerima segala bentuk amal ibadah kita selama Ramadhan ini.

Nah, sehubungan dengan hal itulah, dalam webinar kali ini ada baiknya dalam upaya kita Silih Asih, Silih Asuh dan Silih Asah, marilah kita kaji Bersama tentang  Hikmah Puasa dalam Meningkatkan Kepedulian Sosial.

Sore ini perlu kita sadari bersama bahwa masih banyak masyarakat kita yang hari ini hidupnya susah karena mengalami kesulitan keungan di tengah Resesi Ekonomi yang melanda Negara kita saat ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang. Sedangkan, jumlah angka pengangguran meningkat menjadi 9,77 juta orang.

Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan maupun non-makanan.

Pengalaman lapar dan haus yang bagi kita yang berpuasa hari ini, mungkin hanya dirasakan sekitar 13 jam sehari dalam 30 hari selama bulan Ramadan saja. Namun, penderitaan penduduk miskin Indonesia entah kapan akan berakhir.

Karena itu, puasa seharusnya menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum papa yang mengalami kelaparan hampir setiap hari sepanjang tahun. Kelaparan dan kehausan merupakan simbol Ketidakberdayaan dan Kemiskinan yang dihadapi saudara-saudara kita sebangsa dan se tanah air.

Semoga dengan merasakan lapar dan haus dapat memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan penduduk miskin atau kaum dhu’afa di negeri ini.

Puasa Dalam Tradisi Budaya Nusantara

Bapak-bapak dan Ibu-ibu, Para Ikhwan dan Akhwat yang dikasih sayangi Allah.

Puasa bagi kehidupan Nenek Moyang kita, masyarakat Nusantara Kuno merupakan bagian dari ajaran hidup. Puasa yang disebut juga tirakat itu biasanya diiringi dengan Bertapa dan Memantangkan Diri atas jenis makanan atau perbuatan tertentu.

Dalam masyarakat Nusantara , sebelum Islam Puasa, Tirakat dan Tapa menjadi satu materi pelajaran hidup. Kemampuan untuk mengendalikan nafsu dinilai penting, terutama bagi seseorang yang akan terjun ke dunia nyata.

Nenek Moyang kita Belajar Prihatin dan Empati dari Kosongnya Perut saat puasa. Mereka Meyakini Kepribadian Tangguh Tumbuh Dari Suasana Prihatin. Jadi, Laku Prihatin adalah investasi menuju sukses ala manusia Nusantara.

Karena itulah, dari dulu orang Nusantara diajari untuk prihatin. Mereka menjalani laku prihatin melalui puasa dan tirakat.

Prihatin artinya sebagai bertalak atau berpantang dari sikap yang negatif. Jadi , prihatin dalam masyarakat Nusantara merupakan lawan dari sikap hedonis, bersuka-ria, berfoya-foya, dan sebangsanya

Mengakarnya konsep ini di tengah masyarakat Nusantara membuat konsep puasa yang dibawa oleh Para Guru Mursyid kita dalam penyebaran Islam tak sulit diterima.

Masyarakat Nusantara sudah tak kaget lagi ketika mendapat perintah Rukun Islam yang satu daintaranya mengharuskan menahan diri dari segala nafsu.

Puasa Transformatif : Reformasi Prilaku

Bapak-bapak dan Ibu-ibu, Para Ikhwan dan Akhwat yang dikasih sayangi Allah.

Dalam konteks Kemiskinan dan Keprihatinan kita atas Keterpurukan Ekonomi yang dialami bangsa kita saat ini serta Empati kita kepada Kaum Dhu’afa, maka, di bulan yang penuh berkah ini, kita harus mencermati kembali ‘keberpuasaan’ sekaligus keberislaman kita selama ini agar puasa kita benar-benar transformatif dan fungsional sekaligus reformatif terhadap perilaku sehari-hari.

Ini sungguh perlu dan penting kita lakukan, karena Nabi Muhammad SAW telah memberikan Peringatan Keras sebagaimana dapat kita cermati dalam Sabda Beliau :“Betapa banyak orang melaksanakan puasa, akan tetapi mereka hanya mendapatkan lapar dan haus”. (HR. Ath Thabraniy)

Jadi, Puasa tranformatif adalah puasa yang membuat kita lebih baik dan tekun dalam beribadah, membuahkan Kepekaan Sosial dan Empati terhadap simiskin dan kaum yang tertindas, dan bisa menciptakan kedamaian, toleransi dan harmoni antar sesama umat maupun antar umat beragama.

Puasa Dalam Meningkatkan Kepedulian Sosial

Bapak-bapak dan Ibu-ibu, Para Ikhwan dan Akhwat yang dikasih sayangi Allah.

PUASA mengajarkan kita merasakan lapar dan haus yang dialami oleh sebagian besar Umat Islam Indonesia. Keduanya merupakan menjadi sentral ibadah Ramadhan serta menjadi syarat minimal diterimanya ibadah puasa.

Melalui Puasa selama Ramadhan, kita diberi “pengertian” oleh Allah akan derita saudara kita kaum papa. Allah ingin menyentuh perasaan terdalam kita agar kita sadar untuk tidak bermewah-mewah di tengah kemiskinan dan supaya kita mau memperjuangkan mereka untuk keluar dari kubangan kemiskinan dan ketidakadilan sosial.

Dengan demikian, Ramadhan adalah ajang manusia untuk merefleksikan ulang tentang kemanusiaannya secara utuh.

Artinya, sejauh mana peran manusia sebagai ‘abdullah (hamba Allah) yang harus membebaskan dirinya dari segala kekafiran, kemusyrikan, kemunafikan, kefasikan maupun segala sesuatu yang meredusir kualitas moral; seperti angkuh, bakhil, riya’, hasud dan sifat buruk yang lainnya.

Sekaligus, Allah mempertanyakan sejauh mana peran dan tanggung jawab sosial sebagai khalifah (pengganti Allah) yang oleh Allah diberi warisan bumi dan isinya untuk dirawat dan dijaga.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu, Para Ikhwan dan Akhwat yang dikasih sayangi Allah.

Walaupun ibadah puasa itu sepenuhnya untuk Allah, tetapi ibadah ini memiliki dimensi sosial yang sangat nyata. Puasa dengan mengendalikan seluruh nafsu dan segala macam bentuk egosentrisme, adalah refleksi dari keseriusan menuju keridlaan Allah, tetapi ketika manusia mengendurkan egonya dan mengendalikan nafsunya itulah, dia menjadi solider menjadi peduli terhadap sesamanya.

Apalagi bagi kaum yang serba berkecukupan, rasa lapar dan dahaga akan mengingatkan pada penderitaan dan kepedihan  yang dialami oleh fakir miskin sepanjang hidupnya.

Namun sayangnya, belakangan ini, puasa telah mengalami perubahan suasana sangat drastis. Ajakan untuk pengendalian nafsu dan pengurangan ego yang diserukan melalui langgar, masjid dan berbagai majelis pengajian, kalah gencar dengan seruan untuk bersikap konsumtif dan egoistik.

Puasa yang semula dipenuhi dengan kesederhanaan dengan penuh kekhusukan, diganti dengan berbagai kemeriahan, yang mau tidak mau membutuhkan biaya mahal, sehingga mengurangi kekhusukan dalam beribadah dan mengurangi rasa dan sikap solider terhadap sesama manusia.

Ramadhan adalah Bulan Pembebasan

Bapak-bapak dan Ibu-ibu, Para Ikhwan dan Akhwat yang dikasih sayangi Allah.

Untuk itulah perlu kita sadari, bahwa Ramadhan, sesungguhnya adalah bulan pembebasan. Manusia dituntut untuk tidak hanya membebaskan diri dan hatinya dari segala penyakit rohani, yakni penyakit yang dapat meredusir dirinya sebagai seorang ‘abdullah, demi tercapainya kemenangan melawan nafsu.

Ramadhan memberi pelajaran kepada manusia untuk membebaskan alam ini dari “penyakit sosial” menuju muara kemenangan, yakni keadilan dan kesejahteraan sosial serta keseimbangan alam.

Kemudian di akhir rangkaian ibadah bulan Ramadhan kita diwajibkan untuk melaksanakan Zakat Fitrah, menyisihkan sebagian harta untuk diberikan kepada saudara kita yang berhak. Sungguh sebuah ajaran sosial yang indah. Ajaran tentang solidaritas sosial yang menghapus keterjarakan kelas.

Dari sini kita belajar tentang bagaimana seharusnya si kaya mengasihi saudaranya si miskin, yang kuat mengayomi saudaranya yang lemah, yang berkuasa melindungi rakyatnya, pemimpin harus ingat dengan yang dipimpin. Semua sama, harus saling mengasihi, menyayangi dan mencintai.

Bahkan Nabi mengibaratkan bahwa satu mukmin dengan mukmin lainnya adalah bagai satu jiwa. “Orang-orang mukmin itu ibarat satu jasad, apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad juga ikut merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (HR. Muslim)

Namun sayangnya nilai-nilai tersebut sudah jarang kita temukan dalam kehidupan modern sekarang ini. Masyarakat kita, bukan Cuma terancam Virus Corona, namun semakin banyak yang terpapar virus Individualisme.

Sikap individualisme merupakan paham yang menganggap diri sendiri lebih penting dibandingkan dengan orang lain. Mereka yang bersikap individualisme selalu mementingkan dirinya sendiri, mereka tidak memperdulikan orang lain dan hanya peduli terhadap urusannya masing-masing.

Semoga dengan Puasa kita pada Ramadhan kali ini dapat menyembuhkan masyarakat yang terpapar virus individualis. Marilah kita rajut kembali tali Ukhuwah serta mempererat tali silaturahmi sesama Umat. Sehingga dapat memperkokoh soliditas, solidaritas dan sinergitas kita dalam membela kaum tertindas.

Demikianlah uraian singkat yang dapat saya sampaikan dalam upaya berbagi pengalaman tentang Puasa Transformatif : Tingkatkan KepedulianSosial

Semoga para Ikhwan dan Akhwat Majelis Dakwah Al-Hikmah dan para hadirin yang hadir dalam Webinar kita sore ini dapat merasakan dahsyatnya khasiat Puasa Transformatif dalam hidup. Sehingga dapat mengubah kualitas hidup kita menjadi lebih baik lagi.

Semoga Allah Melindungi kita semua dan senantiasa memberi Petunjuk dalam upaya kita berjihad di jalan-Nya dalam membela Kaum tertindas, Menyantuni Yatim dan Dhu’afa serta Memberdayakan masyarakat yang termarjinalkan dalam pembangunan.

Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin

Wa Billahi Taufiq wal Hidayah

Wa a'fu Minkum

Wassalamu'alaikum. Wr.Wb.

 

Silakan Kunjungi, Subscribe, Like dan Share Link Majelis Dakwah Al-Hikmah :

PUASA TRANSFORMATIF: “Tingkatkan Kepedulian Sosial” : https://youtu.be/TuJM12Oh6ck

Rahasia Energi Zikir: Langkah Praktis Menemukan Kesejatian

http://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/126041

Cara Sederhana Merawat Kesehatan Jantung : https://youtu.be/8QjJDV1z0LE

NIKMATNYA HIDUP SEHAT BERSAMA AL-QURAN : https://youtu.be/_jYuY9xSZDY

Shalat Menyehatkan : https://youtu.be/rXHFyrVyU4s

Zikir Menyembuhkan : https://youtu.be/S4DzPPW2kno

Do'a Yang Menyembuhkan : https://youtu.be/s_IRVoffS_8

Ngobrol Spiritual Bareng Aby : https://vt.tiktok.com/ZSJrTfLB2/

MDA CARE HOTLINE IG : https://instagram.com/stories/zamriaby/2551348220580134661?utm_source=ig_story_item_share&igshid=1vavv9nw14dkk

http://www.mdacare.id/2021/01/sembuh-tanpa-obat-dahsyatnya-quranic.html

 


Contact Person :

Suhu Rosi Wibawa, S.Kom – 089505793048

Amel Zamri, SE – 087744099105

Nita Yuliana – 085210132089

 

 

 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama