Oleh : Kyai Ageng Khalifatullah Malikaz Zaman
Saudaraku…
Hidup ini dinamis. Ada kalanya senang, ada kalanya susah. Ada kalanya terasa
membahagiakan, tetapi bukan tidak mungkin mengalami sesuatu yang membuat kita
menderita. Realitanya, hari ini, sebagian besar dari rakyat Indonesia sedang
mengalami kesulitan ekonomi dan keuangan.
Pasalnya, sepanjang tahun 2020 perekomian
Indonesia merosot. Bahkan, Pada kuartal III pertumbuhan ekonomi Indonesia
terkontraksi -3,49 persen secara tahunan. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi
Indonesia minus 5,32 persen yoy. Maka, Indonesia pun terperosok ke jurang
resesi.
Karuan saja masyarakat pun, makin hari makin
merasakan dampat negatifnya jepitan resesi ekonomi ini. Badai PHK pun
menerjang, pengangguran meningkat, jumlah orang miskin pun bertambah banyak.
BPS mencatat, jumlah penduduk
miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang. Sedangkan, jumlah pengangguran
periode Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang. Dengan
demikian, jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar
9,77 juta orang.
Di dalam tulisan ini, saya hendak memberi
sedikit refleksi pada “momentum di tengah jepitan resesi”
atau “momentum
dalam kemelut ekonomi”. Refleksi ini saya sandarkan pada
pengalaman hidup saya dalam menghadapi Krisis Moneter (Krismon) 1998 dan Krisis keuangan pada tahun 2008. Melalui
tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman bagaimana manusia berhadapan
dengan kesulitan ekonomi dan keuangan serta penderitaan hidup.
Alhamdulillah…. Saya pernah merasakan
dan menyaksikan
sendiri peristiwa “ambang batas”, pada saat terjadi Krismon 98 dan Krisis
Keuangan 2008, di mana manusia berjuang untuk mempertahankan hidupnya meskipun
harapan untuk bangkit sangatlah kecil. Pengalaman ini membuat saya tergerak
untuk menganalisis karakter dan kepribadian manusia lebih dalam. Saya berusaha
menemukan esensi manusia dalam menjalani kehidupannya.
Esensi yang saya temukan itu terwujud dalam
pencarian makna hidup sebagai sebuah kebutuhan dalam hidup manusia. Selama
manusia dapat menemukan makna hidupnya, ia mampu untuk terus mempertahankan
eksistensinya. Makna hidup ini dapat ditemukan dalam setiap peristiwa yang
terjadi dalam hidup manusia, baik pengalaman yang menyenangkan maupun juga yang
menyedihkan. Semoga penemuan dan pengalaman hidup saya ini bermanfaat untuk
para pemirsa dan dapat memberi inspirasi kepada para millennial dan generasi z
dalam menemukan makna hidup di tengah jepitan resesi ekonomi ini.
Pencarian Makna
dalam Hidup
Guru Mursyid kita, Allahyarham KH. Abdurrahman
Siregar mengungkapkan, makna hidup merupakan suatu pencapaian
tertinggi spiritual dan psikologis manusia yang telah mengalami berbagai
kesulitan hidup dan goncangan jiwa . Biasanya ditandai dengan perubahan
perilaku dalam sehari-hari, terutama dalam beribadah dan juga dalam hubungannya
dengan manusia yang lain. Hal ini merupakan suatu bentuk atau konsep yang
sifatnya penuh subjektifitas.
Karena itulah, menurut saya seseorang tak akan
pernah menemukan Makna Hidup yang Sejati, jika dia tidak menempuh jalan
spiritual. Pasalnya, makna hidup merupakan suatu pencapaian
tertinggi spiritual seseorang. Jadi, manusia yang dapat menemukan
makna hidup, merupakan manusia yang memiliki spiritualitas yang tinggi. Ketika
manusia telah memiliki jiwa spiritualitas yang tinggi, apapun aktivitas yang
dilakukan akan dinilai sebagai ibadah.
Spiritualitas merupakan
sesuatu yang berhubungan dengan semangat untuk mendapatkan keyakinan serta
harapan dan makna hidup. Jadu, Spiritual itu intinya berhubungan dengan spirit,
semua sama pada manusia, yaitu semangat untuk mendapatkan keyakinan.
Sementara itu, Prihastiwi (dalam Haitami, 2000)
memberikan pengertian bahwa makna hidup merupakan suatu kualitas penghayatan
individu terhadap apa yang telah dilakukan sebagai upaya untuk
mengaktualisasikan potensinya, merealisasikan nilai-nilai hidup dan tujuan
hidupnya yang penuh dengan kreativitas dan kebahagiaan dalam rangka pemenuhan
diri (self fullfilment).
Dengan demikian, usaha mencari makna kehidupan
manusia adalah motivasi dasar yang mendorong seseorang untuk hidup. Keinginan
untuk terus-menerus memaknai kehidupan menjadi ciri yang dasariah bagi manusia.
Untuk itulah perlu kita hayati nasehat Guru
Mursyid kita, Allahyarham, KH. Abdurrahman Siregar yang mengingatkan, “Perhatian utama manusia dalam hidup
bukanlah untuk mencari kesenangan ataupun menghindari penderitaan, melainkan
mencari makna dalam hidupnya. Hal
inilah yang mendorong manusia berani untuk menghadapi penderitaan, karena di
dalam penderitaan itu sendiri ia dapat menemukan makna hidupnya.”
Bagi mereka yang sudah menemukan makna hidup,
kata KH. Abdurrahman Siregar, mereka akan mencapai Derajat S4, Susah Senang
Sama Saja. “Sebenarnya bukan hidup itu
susah dan penuh cobaan, tapi bagaimana cara pandang kita terhadap hidup. Ekonomi
mungkin sulit, tapi jika kita bisa tetap bersyukur, maka kesulitan ini pun
adalah sebuah berkah.Pilihlah untuk menjadi bahagia dan mengasihi. Hidup
bahagia bukan karena tidak susah. Hidup bahagia karena kita mampu menerima
keadaan dengan lapang dada." Kata Beliau.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa, bagi KH.
Abdurrahman Siregar, prinsip kesenangan bukanlah prinsip dasar hidup manusia.
Arti hidup manusia jauh lebih penting daripada sekadar permasalahan senang atau
susah. “Mereka yang memiliki makna dalam
hidup lebih bahagia dan lebih sehat daripada mereka yang tidak
memilikinya," kata Beliau.
Karena itulah, seiring bertambahnya usia,
terdapat kebutuhan mendesak untuk mengetahui apa yang harus seseorang lakukan,
dan apa yang seharusnya dirasakan. Karena itu, tidak mengherankan bahwa ada
korelasi positif antara memiliki tujuan hidup dan menikmati umur yang panjang.
Maka, Mencari Makna hidup adalah hal yang
serius, bukan main-main. Bukan mustahil dengan metode-metode mutakhir, banyak
orang berusaha untuk menggunakan pikiran secara optimal. Sebagaimana hal itu
dilakukan oleh para ahli filsafat, ilmuwan dan teknokrat. Namun tidak sedikit
pula yang menggunakan hawa nafsunya. Ada yang memuasakn hawa nafsunya di bidang
filsafat, ilmu dan teknologi. Atau ada juga mereka yang memuaskan hawa nafsunya
di bidang kekuatan, pangkat, jabatan dan kekuasaan.
Mungkin Mereka akan menemukan berbagai metode
menemukan makna hidup atau tujuan hidup. Kemudian, hal ini memberdayakan hidup mereka,
menjadi lebih sukses di dunia. Namun, kesuksesan dunia tidak ada artinya jika
di akhirat menjadi manusia yang gagal.
Memberi
Makna Kehidupan Menurut Islam
Saudaraku… Hidup di dunia ini sangatlah
kompleks. Meskipun sikapnya hanya sementara, namun kesengsaraan atau kebahagian
hidup yang kekal di akhirat ditentukan oleh kehidupan dunia.
Maka, orang yang paling berbahagia adalah orang
yang paham untuk apa hidup di dunia ini. Sadar atau tidak, kehidupan di dunia
ini adalah kesempatan satu-satunya namun sekaligus juga terakhir kalinya.
Memang sebentar, tetapi menentukan keadaan kita selama-lamanya. Sungguh, setiap
detik yang berlalu tidak akan pernah mampu kita ulangi lagi.
Kepastiannya adalah kita akan hidup di akhirat
selama-lamanya! Sementara, waktu untuk mengumpulkan bekal di akhirat terlalu
sebentar. Lantas bisakah main-main? Sahabatku, sekali gagal dalam kesempatan
yang sebentar maka akan gagal selamanya. Ingat, menyesal di akhirat tidak akan
pernah ada gunanya. Kalau ingin menyesal, sekarang mumpung hidup masih ada!
Dengan demikian, mencari makna hidup
adalah titik kritis yang tidak boleh salah. Ini akan menentukan hidup kita baik
di dunia dan di akhirat. Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Inyiak Cubadak
pernah berkata, “Pemahaman hidup yang
dangkal adalah sebuah tindak ‘kriminal’
yang keji.”
Maka, untuk menemukan makna hidup yang benar,
kita perlu bertanya kepada Sang Pencipta Yang Memberi Kita Hidup. Jadi, kita
perlu merujuk ke rujukan yang dijamin kebenarannya yang tiada lain adalah Al
Quran yang merupakan firman Allah yang menghidupkan semua manusia. Tentu Allah
SWT lah yang paling mengetahui tentang hidup kita termasuk makna hidup
kita.
Untuk itulah kita perlu mendalami Al Quran
untuk menemukan makna hidup yang sebenarnya. Berikut adalah beberapa pemahaman
inti tentang makna hidup menurut Al Quran.
Pertama
: Hidup Adalah Ibadah
Pada intinya, arti hidup dalam Islam ialah
ibadah. Keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada
Allah. "Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz
Dzaariyaat:56)
Jadi, Ibadah Sebagai Puncak Tujuan Hidup
Manusia di Dunia. Karena itu, di setiap hela napas dan langkah aktivitas,kita
tujukan untuk beribadah kepada Allah SWT, termasuk urusan pekerjaan dan menjaga
kesehatan. Sepatutnya menjadikan apa yang dititipkan pada diri kita sebagai
amanah yang harus dijaga, termasuk badan dan pikiran kita agar tetap sehat.
Jika sehat ibadah pun akan menjadi nyaman dan khusyuk. Insyaa Allah.
Kedua
: Menjadi Khalifah Allah di Bumi
Sebelum dilahirkan ke dunia, manusia membuat
perjanjian dengan Allah SWT yang menciptakannya bahwa ia akan hidup di dunia
dan mengabdi kepada-Nya. Ia bersedia memegang amanah sebagai khalifah di muka
bumi.
Di dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa manusia
termasuk makhluk yang siap dan mampu mengemban amanah tersebut ketika ditawari
oleh Allah, sebaliknya makhluk yang lain justeru enggan menerimanya atau tidak
siap dan tidak mampu mengemban amanah tersebut, sebagaimana firmanNya dalam
Q.S. al-Ahzab : 72, yang artinya: “Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat dhalim dan bodoh”
Namun, banyak manusia yang lupa akan ikrar
tersebut dan berjalan jauh dari tuntunan-Nya. Karena itulah Allah mengirim
musibah dan resesi ekonomi sebagai Peringatan Agar Umat Kembali kepada-Nya.
“Dan musibah apa saja yang menimpa
kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)," (QS. asy-Syu’ara’
: 30).
Maka, marilah kita jadikan, Resesi Ekonomi ini
sebagai momentum untuk kembali ke Jati
Diri kita yang Sejati sebagai Khalifah-Nya di Bumi
Nusantara ini. Marilah kita melakukan reformasi dan transformasi ekonomi agar sesuai
dengan Petunjuk Allah. Semoga ekonomi kita dapat tumbuh lebih kokoh,
berkelanjutan, dan lebih tahan terhadap guncangan krisis dalam jangka waktu
yang lama.
Ketiga
: Hidup Adalah Ujian
Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat
155-157 : “Dan Kami pasti akan menguji
kamu dengan suatu ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan
buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,(yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka berkata “Inna
lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan
kepada-Nyalah kami kembali).”
Sekilas dari terjemahan ayat, dapat kita pahami
bahwa musibah merupakan sesuatu yang bakal ditimpakan oleh Allah bagi umat
manusia. Baidhowi dalam Anwaru al-Tanzil
wa Asrar al-Ta’wil, menjelaskan lanabluwannakum, Allah pasti akan menguji
kita dengan menimpakan musibah. Kenapa Allah harus memberikan musibah kepada
manusia? Tiada lain supaya kita dapat memahami pelajaran, bersabar dan bersikap pasrah
dari musibah tersebut (1418 H: 1/114).
Lebih jelas Baidhowi menambahkan yang dimaksud
sesuatu ketakutan dan kelaparan, adalah Allah memberi sedikit kelemahan terhadap
apa yang manusia miliki, supaya manusia merasa lemah, sekaligus menegaskan
bahwa rahmat-Nya Allah tidak jauh dari manusia. Ditimpakannya musibah terhadap
manusia, merupakan sebuah nisbat terhadap apapun yang menimpa kepada
orang-orang yang durhaka di akhirat kelak.
Pertanyaannya kemudian, apakah kita akan
mendapatkan musibah? Allah memberi kabar terlebih dahulu sebelum terjadinya
musibah tersebut, supaya kita dapat melatih diri sendiri dengan kekurangan,
baik kekurangan harta, sakit-sakitan,
dan buah-buahan.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para
pemirsa, terutama para millennial dan generasi z. Semoga melalui uraian
tersebut di atas, kita semua bisa mengerti dan menyadari kenapa kita sebagai
muslim yang meyakini kebenaran semua informasi yang datang dari Allah harus
mengisi kehidupan ini sesuai dengan ajaran Islam.
Karena hanya orang-orang yang hidup di dunia
ini di bawah tuntunan dan petunjuk Allah sajalah yang akan mendapat ampunan
Allah dan keridhaan-Nya di akhirat kelak, selain itu akan mendapat azab yang
keras dari-Nya. Oleh karena itu, setiap mukmin diperintahkan untuk beramal dan
berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya semasa hidup di dunia ini. Hari demi hari
yang dilalui harus semakin baik dan berguna bagi kehidupan di akhirat. Wasslam!
(az).
Posting Komentar