Oleh : Kyai Ageng Khalifatullah Malikaz Zaman
Majelisdakwahalhikmah.com, Cikarang.-- Memasuki Tahun 2021, Tuntutan Hidup Makin Hari makin Tinggi. Sementara itu, kondisi ekonomi dan keuangan makin sulit. Pasalnya, eskalasi pandemi corona masih belum mereda, maka jepitan resesi ekonomi pun makin terasa.Untuk mengantisipasi hal tersebut serta bertahan dalam kondisi ekonomi yang buruk, selain perencanaan keuangan yang matang.
Mau tidak Mau setiap orang Harus Kerja Keras dan Cerdas. Maka, perlu memutar otak berinovasi agar mendapat penghasilan yang lebih Baik. Maka, mereka pun larut dalam kesibukan luar biasa. Hampir sebagian waktu yang dimiliki kadang tersita dengan setumpuk pekerjaan dan aktivitas yang tiada hentinya. Hal ini, tentu saja membuat seseorang merasa letih, baik secara fisik atau mental.
Makanya penting untuk menjaga keseimbangan antara rutinitas kerja dan kesehatan fisik/mental kita. Kita perlu menjaga keseimbangan dan keserasian antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan keperluan spiritual kita.
Untuk itulah Majelis Dakwah Al-Hikmah
menyelenggarakan Webinar Via Zoom, Sabtu malam Minnggu (16/01/2021) dengan
topik “Pentingnya Keseimbang Hidup
Menuju Hidup Sehat, Ceria dan Bahagia.”
Kajian tentang Keseimbang Hidup ini, sekaligus menjabarkan
usulan beberapa orang jamaah agar ada kajian webinar yang membahas topik “Apa
Pentingnya Mengenal Diri” serta kajian ini juga menjawab pertanyaan beberapa
orang Ikhwan dan akhwat pada webinar malam minggu lalu, yakni tentang “Bagaimana
Mengenal Diri.”
Pasalnya, seseorang tak akan
bisa Hidup Seimbang, jika dia tak tahu Apa Pentingnya Mengenal Diri,
sehingga dia tak kenal dirinya sendiri. Jadi kajian kita malam ini adalah
kajian Three in One.
Prinsip
Keseimbangan Hidup Orang Ber-Iman
Hidup yang seimbang adalah
kunci hidup sehat, fisik dan mental serta keuangan. Karena itulah kita Perlu
Menjaga Keseimbangan dalam Hidup agar Bahagia dan Sejahtera. Namun seseorang
tak akan bisaa hidup dengan seimbang jika dia tidak beriman kepada Allah.
Orang
beriman selalu bersikap moderat. Tidak condong ke sana, maupun ke sini. Ia
mengutamakan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupannya (wasath). Orang ber-iman memiliki
rasa tanggung jawab yang tinggi baik itu individu maupun sosial. Mereka selalu
memikirkan kepentingan orang banyak di samping kepentingan individunya.
Begitu
pun juga dalam menggunakan harta. Mereka tidak berlebihan (yusrifuu) dan tidak kikir (yaqturuu) tapi dipertengahan
atau diantara keduanya (baina-dzaalik).
Jika menggunakan harta secara berlebihan, maka ini adalah sebuah fenomena yang
dapat mematikan daya kreatifitas yakni konsumerisme. Namun, jika harta itu
tidak dialokasikan sebagaimana mestinya, perkenomian bisa tersendat karenanya.
Mengenal
Diri, Menuju Kehidupan yang Seimbang
Kehidupan yang berjalan begitu
cepat sering membuat kita lupa menyeimbangkan diri. Padahal keseimbangan ini sangat penting untuk
kebahagiaan kita. Namun, sayangnya acapkali manusia secara sadar maupun tidak
sadar mengingkari keseimbangan. Mereka cenderung lebih memperhatikan keperluan
jasmaniah-materialistik, sementara menafikan keperluan rohaniah-substantik.
Manusia senantiasa berlomba
dalam pemenuhan keperluan fisik. Bahkan rela menghabiskan jutaan rupiah untuk
memanjakan tubuh dan perutnya. Namun, manusia terlalu pelit untuk pemenuhuan
keperluan rohaniahnya. Mereka tidak menyadari bahwa unsur rohaniah adalah hal
yang sangat penting.
Karena itulah penting untuk Mengenal Diri kita lahir dan batin agar
kita bisa mendayagunakan potensi diri itu secara seimbang untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Mengelola
Sumber Daya Alam Secara Berkelanjutan
Allah menciptakan alam beserta
isinya untuk dipergunakan dan diambil manfaatnya oleh manusia. Karena itulah,
pada dasarnya, manusia bergantung pada sumber daya alam. Pemakaian
terus-menerus tanpa disadari akan membuatnya berkurang, rusak, atau bahkan
habis. Padahal alam merupakan sumber penting bagi kehidupan umat manusia.
Alam itu merupakan ruang hidup
yang teratur dalam bentuk yang serasi dan selaras dengan kepentingan mereka.
Namun, manusia memiliki kecenderungan merusak ekosistem alam. Kerusakan yang
terjadi pada alam, hakikatnya, akibat ulah manusia yang telah merusak
keseimbangan itu.
“Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan oleh perbuatan tangan manusia
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Ruum: 41).
Padahal, semestinya keserasian
dan keselarasan itulah yang perlu terus dipelihara agar tercipta apa yang
diistilahkan Alquran dengan keseimbangan (al mizan). Konsistensi dan komitmen
memelihara alam itu agar terhindar dari bencana di jagat raya.
Allah SWT berfirman, “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia
meletak kan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas ten tang
neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan ja nganlah kamu
mengurangi neraca itu.” (QS ar-Rahman : 7-9).
Maka, marilah kita sadari,
untuk Bahagia dan Sejahtera kita harus : "Berani
Menyeimbangkan Hidup", karena Hidup perlu seimbang. Pasalnya,
hidup Tanpa keseimbangan sama dengan Kehancuran atau Kejatuhan.
Seseorang pasti akan mengalami masa jatuhnya
saat gagal seimbang dalam hidup. Nah, saat jatuh, biasanya orang baru dibuat 'eling'
atau sadar bahwa dalam hidup butuh keseimbangan lahir dan batin.
Seimbang antara dunia dan
akhirat, antara lahir dan batin, antara manerima dan memberi serta seimbang
antara diri kita dan orang lain juga seimbang dan serasi dengan lingkungan
hidup kita.
Mengenali
Diri agar dapat Didayagunakan secara Harmonis
Manusia memiliki Empat
potensi, yaitu al-jasad (jasmani), al-aql (akal), dan ar-ruh
(ruhani) dan an-nafs (jiwa). Islam menghendaki keempat dimensi tersebut
berada dalam keadaan tawazun (seimbang). Perintah untuk
menegakkan neraca keseimbangan ini dapat dilihat pada (QS.55:7-9)
Keempat potensi diri ini membutuhkan
makanannya masing-masing, yaitu sbb:
1.
Jasmani
Jasmani atau fisik adalah
amanah dari Allah Ta'ala, karena itu harus kita jaga. Dalam sebuah hadis
dikatakan, "Mumin yang kuat itu
lebih baik atau disukai Allah daripada mumin yang lemah." (HR.Muslim),
maka jasmani pun harus dipenuhi kebutuhannya agar menjadi kuat.
Kebutuhannya adalah makanan,
yaitu makanan yang halalan thoyyiban
(halal dan baik) (QS.80:24,2:168), beristirahat (QS.78:9), kebutuhan biologis
(QS.30:20-21) dan hal-hal lain yang menjadikan jasmani kuat.
2.
Akal
Yang membedakan manusia dengan
hewan adalah akal. Akal pulalah yang menjadikan manusia lebih mulia dari
makhluk-makhluk lainnya. Dengan akal manusia mampu mengenali hakikat sesuatu,
Mencegahnya dari kejahatan dan perbuatan jelek. Membantunya dalam memanfaatkan
kekayaan alam yang oleh Allah diperuntukkan baginya supaya manusia dapat
melaksanakan tugasnya sebagai khalifatullah fil-ardhi (wakil Allah
di atas bumi) (QS.2:30;33:72).
Akal,
kalau tidak difungsikan akan melemah. Karena ada bagian sel yang hilang dari
otak. Asupan untuk akal itu adalah proses berpikir seperti membaca, belajar,
mengkaji, meneliti, dan semua yang menyangkut pengetahuan.
Jadi, Kebutuhan akal adalah
ilmu (QS.3:190) untuk pemenuhan sarana kehidupannya. Karena itulah Islam
Mewajibkan Long Life Education, belajaran seumur hidup. “Pelajarilah ilmu sejak dari buaian hingga
liang lahat”
3. Ruh
(Ruhani)
Fisik
bisa bergerak hidup kalau ada ruh. Dan ruh inilah yang menggerakan aktivitas
manusia. Ruh asalnya dari mana? Hanya Allah yang tahu. Manusia hanya sedikit
mengetahui tentang ruh. Ini sebagaimana dalam Alquran Surat Al-Isra (17) ayat
85
Makanan ruh yang adalah
ibadah. Seperti ibadah salat, membaca Alquran, sedekah, infak, puasa, dan
lainnya. Maka dari itu, ketika seorang muslim diminta ibadah, sebetulnya itu
untuk memberi makanan pada ruh agar hidup lebih tenang dan meraih kesuksesan.
Allah memerintahkan setiap
orang beriman untuk mengingat-Nya. Dalam istilah aslinya disebut dzikrullah.
Allah berfirman,
“Karena
itu, ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian dan
bersyukurlah kalian kepada-Ku serta janganlah (sekali-kali) kalian mengingkari
(nikmat)-Ku.” (QS al-Baqarah : 152).
Jadi, pada dasarnya semua
ibadah yang dikerjakan namanya zikir (Ingat kepada Allah). Salat itu zikir,
baca Alquran itu zikir. Doa itu zikir, doa setelah salat itu zikir. Kenapa
mesti zikir, manfaatnya memberikan ketenangan dalam hati. Di hati ini tempatnya
ruh. Ruh tempatnya di qolbun (hati). Ruh gak makan, maka fisik gak tenang.
Makanan ruh itu ibadah. Ketika kita salat, maka ruh cenderung tenang.
4.
Jiwa (Nafs)
Jiwa merupakan bagian dalam
tubuh dan raga kita. Apa yang kita rasakan, apa hasrat terpendam dalam diri
kita, serta bagaimana kita melihat dunia punya kaitan yang erat dengan jiwa
kita.
Jiwa adalah sumber kekuatan
seseorang. Orang yang Jiwanya lemah, akan tampil sebagai sosok yang lemah.
Sedangkan orang yang berjiwa kuat akan tampil sebagai sosok yang ‘kuat’ pula.
Tentu saja, bukan sekadar dalam arti fisik. Melainkan ‘kekuatan’ pribadinya
dalam menghadapi gelombang kehidupan.
Demikian juga dengan
perusahaan yang memilik ‘jiwa’ yang kuat, akan menjadi kokoh dalam situasi
topan badai, perusahaan yang ber‘jiwa’ lemah akan segera runtuh ketika angin
mulai menderu.
Untuk lebih mengenal Jiwa,
mari kita simak Slide Berikut ini :
Tiga
Kekuatan Jiwa (Quwwatul Insaniyah)
1.
Nafs Ammarah (Ghoddob)
2.
Nafs Lawwamah (Nafs yang Ragu, maka Suka
Bolak-balik)
3.
Nafs Muthma’innah ( Jiwa yang tenang dan
tentram)
An-Nafsu al-Ammarah (Qs.
Yusuf 53) adalah nafsu atau jiwa yang senantiasa mengajak ke dalam kejelekan,
keburukan dan kejahatan. Sifatnya angkara murka, sombong dan takabbur.
An-Nafsu al-Lawwamah (Qs.
Al Qiyamah 2) adalah nafsu atau jiwa yang suka bolak-balik antara kebaikan dan
keburukan. Karena itu ia senantiasa menyesali, meratapi dan menyadari atas
perbuatan dosa yang dilakukannya. Namun, kadang-kadang dilakukan lagi. Maka
dalam istilah kita masa kini, nafsu ini disebut juga Jiwa sedang Transisi.
An-Nafsu al-Muthma’innah (Qs.
Al Fajr 28) adalah nafsu atau jiwa yang tenang, tidak ada rasa takut dan
khawatir atas kepastian janji Allah. Ialah jiwa yang sampai pada tingkat
kedamaian dan ketenangan. Ia senantiasa menerima atas kehendak Allah (radhiyah),
dan iapun direstui kehadiarannya kembali kepada Allah (mardhiyyah).
Karena itulah, Kebutuhan jiwa atau
Nafs adalah pengembangan diri. Terutama berkembang dari Nafsu Ammarah menjadi
Nafs Muthma’innah. Jangan sampai segala sesuatu di luar diri kita berkembang
dan berubah namun kita sendiri tetap sama, tak berkembang dan tak berubah.
Pemenuhan kebutuhan jiwa ini
sangat penting, agar jiwa tetap memiliki semangat hidup, tanpa pemenuhan
kebutuhan tersebut jiwa akan mati dan tidak sanggup mengemban amanah besar yang
dilimpahkan kepadanya.
Nah, dengan mengelola dan mendayagunakan
keempat potentsinya tersebut di atas, manusia dapat meraih
kebahagiaan hakiki yang merupakan anugerah Allah yang tiada tara.
Dengan menyeimbangkan kehidupanya,
maka manusia tersebut tergolong sebagai hamba yang pandai mensyukuri nikmat
Allah. Hamba/manusia seperti inilah yang disebut manusia seutuhnya. Hidupnya Seimbang, Sehat, Selalu Ceria dan
Bahagia.
Semoga
Allah, melidungi kita semua, memberi kemudahan dan kelancaran dalam segala
upaya kita Untuk Hidup Penuh Keseimbangaan. Semo Allah membimbing kita untuk keluar
dengan Selamat dan Sukses dari Kemelut Ekonomi dan Keuangan ini. Aamiin Yaa
Rabbal Alamin!
Wa.
A’fu minkum. Wassalamu'alaikum. Wr.Wb.
Posting Komentar