Kesadaran Diri Menjemput Masa Depan yang Lebih Baik


Sadar atau Tidak, manusia hidup di dalam dimensi ruang dan waktu. Bila dikaitkan dengan kehidupan manusia, dimensi ruang dan waktu memiliki peranan penting karena hidup manusia dibatasi oleh dua kejadian paling utama, yaitu hari ini dan masa depan. Maka yang seharusnya menjadi perhatian dari manusia adalah bagaimana agar kesempatan menjadi bagian dari sejarah umat manusia di kehidupan alam dunia pada hari ini dan masa depan tidak menjadi sia-sia.

Untuk itulah Allah memerintahkan manusia agar manusia mempersiapkan bekal untuk masa depannya. Bekal yang tidak hanya mengantarkan manusia pada jalan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak, namun bekal yang membawa manusia pada derajat taqwa.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Guru Mursyid kita, Allahyarham KH. Abdurrahman Siregar senantiasa mengingatkan agar kita membaca, memghayati dan mengamalkan Wirid Al-Hasyr setiap hari. Berikut sebuah ayat yang terkandung dalam Wirid Al-Hasyr tersebut:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr: 18).

Ayat tersebut di atas mengingat agar setiap diri punya rencana untuk masa depan. Menurut Zaky Amirullah, seruan untuk mempersiapkan hari esok ini diawali dan diakhiri oleh kalimat taqwa. Seruan yang diawali oleh seruan taqwa mengindikasikan bahwa seruan tersebut sangat penting untuk diperhatikan. Terlebih lagi, perintah ini telah dikhususkan untuk hamba-Nya yang bertaqwa. Bila dilihat dari sudut pandang lain, dapat disimpulkan bahwa memperhatikan hari esok itu juga merupakan salah satu karakteristik ketaqwaan.

Memperhatikan hari esok berarti melakukan perencanaan-perencanaan hidup agar hidup terarah dan tidak hanya sekadar mengikuti flow saja. Perencanaan yang dimaksud tidak hanya perencanaan yang bersifat ukhrawi saja, namun perencanaan yang bersifat duniawi juga perlu dirancang. Muslim yang baik adalah muslim yang melakukan perencanaan dalam berbagai hal, bahkan untuk ibadah yang bersifat mahdah seperti shalat. Di sini lah letak nilai tambah dari seorang Muslim dibandingkan dengan manusia pada umumnya.

Teknis perencanaan yang dirancang tidak masalah bagaimanapun bentuknya. Yang terpenting adalah persiapan yang dilakukan adalah persiapan menghadapi hari esok yang terbaik yang pernah dirancang. Satu hal yang harus diyakini adalah siapa yang mempersiapkan yang terbaik, ia akan mendapatkan yang terbaik. Biidznillah.

Peranan Kesadaran Diri Menuju Masa Depan

Dalam menyusun Rencana Masa Depan perlu kita sadari bahwa masa depan tidak sama dengan masa lalu, karena itulah kita harus mengembangkan kesadaran diri untuk berpikir dan bertindak dengan prinsip kekinian.

Sesungguhnya setiap orang memiliki kesadaran diri atau self-awareness  dalam kehidupan. Namun demikian, tingkat kesadaran diri seseorang tidaklah sama. Karena itulah, kita harus senantiasa berupaya untuk meningkatkan Kesadaran Diri kita dari waktu ke waktu. Hal ini sangat penting, self-awareness adalah suatu kesadaran dalam memahami sifat, perilaku, dan perasaan diri sendiri.

Dengan begitu Anda akan merasakan perubahan yang positif dengan membuat lebih percaya diri, kreatif, dan dapat berkomunikasi secara efektif. Orang yang memiliki kesadaran diri juga cenderung mengetahui kekuatan dan kelemahannya sendiri, serta dapat melihat suatu peluang dengan baik sehingga kesempatan untuk sukses menjadi lebih besar. Karena itulah Allah mengingatkan dalam sebuah Firman-Nya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra'd:11).

Hubungan  self-awareness dengan  Self-Acceptance

Jadi, Kesadaran Diri sangat penting untuk kita miliki, kalimat yang dalam bahasa inggris disebut consciousness ini harus dimiliki oleh setiap individu. Agama kita islam sangat detail menjelaskan tentang konsep kesadaran khusunya konsep kesadaran diri. Kesadaran diri dalam al-Qur’an mengandung pengertian menemukan jati diri dengan cara mendidik dan menghidupkan potensi-potensi fitrah dan internal yang ada pada wujud dirinya dan kemudian menjiwai (memahami dengan hati) hakikat-hakikat keberadaan dan nama-mana serta sifat-sifat Ilahi.

Dengan demikian, kesadaran diri memiliki tingkatan dan cabang-cabang yang beragam, yang mana tingkatan sempurnanya itu adalah kesadaran diri irfani (sufistik) yang ia telah terkait dan menyatu dengan hubungan dan korelasi manusia dengan realitas serta kesejatian hakikinya yang tidak lain hal itu adalah khalifatullah.

Selanjutnya, perlu kita ketahui bahwa kesadaran diri ini sangat berkaitan erat dengan Penerimaan Diri (self-acceptance). Pasalnya, dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi hari ini, biasanya kita akan sampai ke fase ‘penerimaan diri’ atau self-acceptance. Begitu juga dengan bagaimana orang pada akhirnya bisa merangkul kualitas kekurangan dan keberbedaan. Karena itulah, penting bagi kita untuk berusaha menguraikan dan mendekonstruksi konsep  ‘self-acceptance’.

Mungkin Anda pernah mendengar bahwa orang-orang mengartikan self-acceptance sebagai bentuk menyerah dengan keadaan yang ada. Padahal self-acceptance bukanlah menyerah pada keadaan. Maka kalimat yang sangat tepat untuk menggambarkan self-acceptance adalah Narimo Ing Pangdum. Narimo ing pandum, adalah sebuah kalimat penuh arti dan filosofi dalam bahasa Jawa. Narimo ing pandum maksudnya adalah kita harus menyadari bahwa hidup ini sering sekali berbeda antara kenyataan dan harapan. Dalam kehidupan ini selalu ada yang tidak kita sukai, tidak kita inginkan, tidak kita harapkan dan sebagainya. Tapi inilah bagian dr pmbelajaran ttg kehidupan.

Karena itulah, kita harus selalu ingat, bahwa segala sesuatu yang terjadi baik yg kita harapkan/tidak adalah bagian dari kehendak Sang Pecipta, Allah SWT. Jadi, kata yang tepat untuk menggambarkan self-acceptance dalam perspektif Tasawuf Transformatif adalah Keikhlasan. Ikhlas bukan berarti menyerah. Ikhlas artinya menerima keadaan secara penuh, bahwa ada hal yang dapat kita ubah dan optimalkan, dan ada hal-hal yang perlu kita terima dengan lapang dada dengan dasar pemahaman bahwa tidak semua hal di dunia ini dapat kita control.

Carl Rogers, pencetus teori penerimaan diri, mengemukakan bahwa penerimaan diri merupakan pandangan realistik seseorang terhadap dunia dan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Augustinus Supratiknya, salah seorang guru besar Psikologi, mengungkapkan hal yang serupa bahwa self-acceptance merupakan kemampuan seseorang untuk menerima berbagai kelebihan dan kekurangan dirinya. Ahli psikologi lainnya seperti Kartono pun mengungkapkan bahwa self-acceptance merupakan kemampuan seseorang untuk merasa puas dan menerima dirinya apa adanya termasuk kekurangannya. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat membuat Anda tidak hanya melihat dari sisi negatif, tetapi juga dari sisi positif. Hal ini bisa membantu Anda mengembangkan potensi-potensi yang Anda miliki.

Jadi, Manfaat Penerimaan Diri ini sangatlah besar dalam upaya kita membangun Kesadaran Diri. Sehingga dengan menyadari segala Kekuatan dan Kelemahan Diri dapatlah kita merumuskan dan menyusun Rencana Masa Depan yang Lebih Baik dan Indah. Self acceptance dapat membantu kita dalam berinteraksi dengan individu lain, meningkatkan kepercayaan diri serta membuat hubungan menjadi lebih akrab karena individu tersebut menyadari bahwa setiap individu diciptakan sama, yaitu memiliki kelebihan dan kekurangan. (aby zamri).



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama