TATA RUANG IBU KOTA HARUS MENCERMINKAN KONSEP “TALI TIGO SAPILIN



Jakarta, JENIUSNET.- Rencana pemindahan Ibu kota Baru NKRI dari Jakarta ke Wilyah Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martadipura diharapkan menjadi momentum kebangkitan Marwah para Raja, Sultan dan Pemangku Adat Nusantara sebagai Penjaga, Pelestari dan Pengembangan Adat dan Budaya Nusantara. Posisi keraton dan kesultanan dianggap penting sebagai pelestari dan pengembang budaya dan sekaligus sebagai Benteng Budaya. Karena itu, Tata Ruang Ibu Kota Baru itu harus mencerminkan “TALI TIGO SAPILIN.”

Demikian terungkap dalam Diskusi bertajuk “Planologi Ibu Kota baru harus Memenuhi Konsep Tri Hita Karana”, yang diselenggarakan Persemakmuran Pewaris Nusantara di Meeting Room PT. Mutiara Samudera Biru Group, Pejaten Office Park, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tata Ruang itu penting karena Manusia itu hidup dalam ruang yang penuh Energi. Maka Ruang yang ada harus di susun dalam Konsep Tali Tiga Sepilin”, kata Ketua Umum Persemakmuran Pewaris Nusantara, KGPH Eko Gunarto Putro, Mda. 

Menurut Kangjeng Eko, Arsitektur, selain berarti seni dan ilmu merancang, juga merujuk pada hasil perancangan, yakni ruang tempat hidup manusia. Arsitektur tidak selalu berupa bangunan (rumah, kantor, dan sebagainya) tetapi juga berkaitan dengan interior, ruang terbuka hijau (lansekap), juga ruang kota.

“Arsitektur dirancang karena adanya kebutuhan manusia, baik yang bersifat fisik (badan) maupun nonfisik (jiwa atau batin). Sebaliknya, arsitektur dapat MEMPENGARUHI kondisi fisik dan kejiwaan seseorang yang tinggal atau beraktivitas di dalamnya,” ujar Kangjeng mengingatkan

Jadi, kata Kangjeng Eko, Arsitektur Tak Hanya Soal Desain, Tapi Juga Makna Spiritual Dan Identitas Bangunan. Karena  itulah Nenek Moyang kita, Bangsa Melayu Nusantara sangat memperhatikan Ilmu Tata Ruang, Topografi dan Arsitektur dalam pengertian yang lebih luas. Beliau di masa lampau tidak hanya mengkaji  mengenai bentuk permukaan bumi saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal. 

“Sehingga para Leluhur kita dalam membangun Rumah, Kampung dan Nagari atau desa sangat memperhatikan KESELARASAN antara Tata Ruang dan Tata Letak Rumah yang akan dibangun dan calon penghuni rumah dengan lingkungan,”

Dengan demikian diharapkan akan terbentuk KEHARMONISAN antara Penghuni dengan Rumah yang dibangun dalam alam sekitarnya. Sehingga mereka dapat hidup dalam Harmoni untuk membantu memperbaiki kehidupan dengan menerima ENERGI POSITIF dari Rumah dan Alam sekitarnya. Artinya tempat tinggal atau letak dan arah rumah dapat mempengaruhi rezeki yang didapatnya, maupun karir yang dicapai.

Sehubungan dengan hal itulah, peserta Diskusi sepakat agar Persemakmuran Pewaris Nusantara berusaha mengingatkan, mendorong dan membantu pemerintah agar dalam membangun Ibu Kota yang Baru memperjatikan Konsep “Tali Tigo Sapilin” Dan “Tri Hita Karana” . Kedua Konsep Warisan Para Leluhur Nusantara ini mengandung Makna bahwa dalam kehidupan di dunia ini, Manusia harus memperhatikan Tiga Tali Hubungan yang merupakan Sumber KEBAHAGIAAN dan KESEJAHTERAAN. 

Manusia akan hidup bahagia dan Sejahtera dalam kedamaian jika, mereka bisa menjaga KEHARMONISAN Tali Hubungannya dengan Allah (HABLUM MINALLAH), Tali Hubungan yang SERASI dengan Sesama Insan (HABLUM MINANNAS) dan Tali Hubungan yang SELARAS dengan Alam dan Lingkungan Hidup (HABLUM MIN AL-BI’AH).

“Seiring dengan itu, Persemakmuran Pewaris Nusantara perlu mendorong Pemerintah agar arsitektur bangunan yang ada di Ibu Kota baru itu nantinya dapat mewakili berbagai bentuk bangunan Rumah Adat, Istana dan Keraton dari seluruh Indonesia. Sehinga dapat Menjadi Miniatur Indonesia. Hal itu buka saja bermanfaat secara budaya, namun berguna untuk Edukatif dan sekaligus sebagai obyek wisata,” pungkas Kangjeng Eko. (az).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama