Kamang Mudik, JENIUSNET.- “Alam Terkembang Jadi Guru.” Adalah falsafah dalam Budaya Minangkabau yang sangat populer di tengah masyakat Indonesia. Sering disampaikan para Guru di Sekolah maupun para Dosen di berbagai kampus. Bahkan, berbagai seminar dan artikel pun banyak ditulis untuk membahas Makna yang terkandung di dalam falsafah tersebut. Apalagi bagi orang Minangkabau, tentu banyak yang hafal di luar kepala, redaksi lengkap dari falsafah alam takambang jadi guru, sebagai berikut :
“Panakiak pisau sirauik
ambiak galah batang lintabuang,
salodang ambiak ka niru,
Nan satitiek jadikan lauik,
nan sakapa jadikan gunuang,
alam takambang jadi guru.”
Artinya, air yang setitik rela (ihklas) diterima laksana sebanyak air lautan, tanah yang sekepal (segenggaman tangan) rela diterima laksana sebesar gunung dan alam semesta raya ini dijadikan guru (tempat belajar dan atau mengambil pelajaran).
Namun demikian, sudahkah kita memahami Makna yang terkandung di dalam kalimat yang bijak dan penuh Hikmah tersebut ⁉ Mari kita kaji bersama. Semoga yang setitik dapat dijadikan laut, yang sekepal di olah menjadi gunung. Mari kita perhatikan segala sesuatu yang TERSERAK di alam, lalu kita baca yang TERSURAT di alam, kemudian kita cermati yang TERSIRAT di alam, sehingga kita bisa menemukan yang TERSURUK (tersembunyi) di dalamnya.
Alam diciptakan Alllah dengan isi yang beragam, mulai dari yang tak terlihat dengan mata telanjang hingga yang bisa dirasakan dan dinikmati. Manusia berada di posisi teraratas dari semua makhluk ciptaan Allah. Menjadikannya pemimpin dan penguasa di muka bumi. Namun demikian, perlu kita pahami bahwa Manusia pun bisa jatuh ke derajat yang lebih rendah dari binatang ternak !🤭
Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam surah A-Tin ayat 4-5 : “Sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.”
Manusia dibekali otak dan hati untuk BERPIKIR serta MERASAKAN. Sehingga membuat manusia mampu menerima dan beradaptasi dengan baik semua kondisi yang disediakan alam. Karena itu, Manusia Indonesia di zaman now ini harus terus belajar dari pengalaman dan terus mengembangkan kemampuannya, tidak untuk sekadar bertahan hidup. Namun lebih luas lagi mengembangkan KEBUDAYAAN dan memajukan PERADABAN. Sebagaimana hal tersebut telah dicapai oleh para Leluhur Nusantara. Karena itulah Nenek moyang kita selalu mengingatkan agar memakai “RASO” dan “PARESO” secara selaras,
Namun sayangnya, dalam Mengkaji Falsafah ALAM Takambang Jadi Guru, mungkin banyak diantara kita yang lupa atau memang tidak tahu bahwa Alam itu ada yang kasat mata, ada yang tidak nampak oleh mata, ada alam lahiriyah dan ada alam batiniyah, ada alam Nyata dan ada pula Alam Ghaib, ada alam MATERIAL dan ada pula alam SPIRITUAL. Karena itu, yang Terserak dan Tersurat ada di alam lahir yang kasat mata, sedangkan yang Tersirat dan Tersuruk. Maka, bagaimana akan Paham dengan yang tersirat, apalagi mendapatkan yang tersuruk, jika yang dibaca, dijadikan guru hanyalah alam yang kasat mata (MATERI) ⁉
Jadi, Falsafah Alam Takambang Jadi Guru hanya dipahami sebatas TEKSTUAL, tanpa PENYELAMAN ke ALAM BATIN, tentu hanya akan indah “diperkatakan” dalam Persembahan dan Pidato Adat saja. Tentu juga akan menjadi bahan Diskusi menarik dalam berbagai simposium dan seminar Adat dan Budaya. Namun, yang SETITIK belum juga menjadi lautan dan yang SEKEPAL belum juga menjadi gunung.
Maka, bagi siapa saja yang menginginkan Adat tidak tinggal di pepatah, Falsafah tidak sekedar menjadi Slogan, tentu tidak ada jalan lain, kecuali harus menempuh JALAN KEBATINAN. Pasalnya, unsur kebatinan (TERSIRAT dan TERSURUK) hadir pada semua Falsafah Hidup dan Pepatah Adat Minangkabau. Bahkan, unsur kebatinan ada dalam setiap aspek kehidupan manusia, termasuk di dalam aktivitas manusia dalam mempelajari dan menekuni berbagai jenis keilmuan. Unsur kebatinan itu adalah apa yang biasa disebut sebagai penjiwaan atau PENGHAYATAN, yang sangat erat hubungannya dengan OLAH RASA, OLAH BATIN, INTUISI, ILHAM dan HIKMAH.
Untuk itu, marilah kita “Babaliak ka Surau”. Mari kita berjumpa dengan para Guru Mursyid untuk Belajar Adat dan Thariqat. Insya Allah dalam bimbingan Syaikh Thariqat kita akan menemukan jalan bagaimana caranya membaca alam lahir dan menyigi alam batin, mencermati alam Nyata dan menyelami alam Ghaib. Ilmu Thariqat adalah Ilmu Membuka Rahasia Di Balik yang Terlihat. Semoga kita Memperoleh kebenaran hakiki dan dapat berpaling dari kepalsuan duniawi.
Akhirul Kalam, perlu kita sadari bahwa pengetahuan yang hanya dihasilkan oleh kesadaran psikis (bukan spiritual) dan rasio hanyalah bersifat terbagi-bagi dan sementara. Pengetahuan yang akan membawa kebahagiaan dan kedamaian, hanyalah akan dapat diraih bila seseorang telah membuka mata hatinya, atau visi intellectusnya, lalu senantiasa mengadakan pendakian rohani (suluk) ke arah TITIK pusat lewat hikmah spiritual Islam. (az).
Posting Komentar