Jakarta, JENIUSNET.- Saudaraku ❤ Sering kali faktor eksternal dijadikan alasan saat muncul kelemahan dalam umat Islam. Kita lebih suka membicarakan KONSPIRASI "musuh-musuh Islam" ketimbang memperbaiki diri. Padahal, KEMENANGAN dan kejayaan di dunia ditentukan oleh kemampuan memaksimalkan penggunaan akal dan penguasaan ilmu pengetahuan. Demikian sunnatullah menghendaki. Karena itulah INTROSPEKSI diri sangat dianjurkan agama agar kita tidak tenggelam dalam kesibukan menyalahkan orang lain. Sehingga lupa menggali Potensi Diri.
Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah tiap-tiap diri memperhatikan apa yang dipersiapkan untuk hari esok" (QS 59: 18).
Maka Umat Islam harus berhenti mencari-cari kesalahan orang lain atas keterpurukannya. Mereka harus segera menemukan penyakit mereka dan menyembuhkannya. Mulai berbuat sesuatu. Bekerja keras dan berfikir. Jadi, sudah waktunya Umat Islam MENGEVALUASI Diri agar kita bisa kembali ke Fitrah. Kembali ke FITRAH berarti kembali ke asal artinya membuat diri BERSERAH (tawakal) dan kembali (TOBAT) ke tempat semula dalam hal spiritual.
Jadi, kembali ke asal merupakan sebuah pengakuan batin dari semua makhluk hidup sesuai tuntunan Ilahiyah. Maka, dengan Memahami dan Kembali ke Asal atau RETURN TO SOURCE, barulah kita bisa bahagia dan meraih kemenangan. “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Rum : 30).
Seseorang yang kembali kepada fitrahnya sejatinya adalah orang yang menemukan tugas hidupnya, untuk apa dia diciptakan. Itulah ketetapan Allah yang tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang, dan itulah agama yang lurus. Orang yang mengikuti fitrahnya akan berjalan dengan kehendak Allah dan melakukan apa-apa yang memang diharapkan dari dirinya, bukan melakukan hal yang lain.
Dengan demikian Perjalanan (SULUK) terberat dalam hidup adalah MENEMUKAN diri sendiri. Perjalanan terkelam dalam hidup adalah kehilangan diri sendiri. Perjalanan hidup paling membahagiakan dan penuh syukur adalah menemukan kembali diri sendiri. Untuk itulah kita perlu I’tikaf, meninggalkan segala KERUWETAN duniawi. Berdiam dalam bilik yang sunyi. Sendiri berselimut sepi. Tenang BERSERAH diri. Menyelam ke dalam lubuk hati. Tenggelam dalam introspeksi. Menemukan Diri yang sejati.
Kita perlu meluangkan waktu untuk berdialog dengan diri sendiri. Pahami setiap kesedihan, rasa cemas, bimbang, dan emosi-emosi dalam diri. Resapi setiap emosi yang muncul kemudian terimalah emosi-emosi tersebut dengan penuh kerelaan. Terimalah mereka sebagai bagian diri kita, sebagai bagian dari perjalanan pencarian kembali diri kita yang hilang. Terimalah diri kita secara utuh termasuk menerima kerapuhan, kegagalan, pengkhianatan, ketidaksempurnaan, kesalahan, kemunafikan, dan kelemahan lainnya dengan penuh kerelaan.
Itulah gunanya kita INTROSPEKSI Diri agar bisa kembali ke FITRAH Kita yang sejati. Ketika kita tumbuh dewasa, lalu menjadi Pebisnis atau Politisi, apakah kita telah kehilangan hati murni, mengejar materi tanpa batas dan selalu merasa tidak puas, bahkan kemudian berubah menjadi pribadi yang egois dan tidak lurus, bukankah yang kita dapatkan malahan tekanan dan stress tanpa henti? Sementara kembali ke asal sebenarnya, ke jati diri kita yang mempunyai sifat alami Sejati, Baik, Sabar, Santun, Ramah Tamah dan CINTA KASIH adalah HAL yang paling berharga dalam kehidupan peradaban modern di Zaman Now ini.
Jadi, kembali ke FITRAH adalah kembali ke JATI DIRI sebagai Hamba Allah (‘Abdullah) dari kehidupan JAHILIYAH. Menggunakan kecerdasan dan kegigihan untuk bangkit dari keterpurukan bisa kita lihat dari sifat orang Jepang maupun bangsa Korea. Kegigihan bangsa Jepang patut kita teladani. Setelah mengalami kekalahan pahit pada perang dunia kedua mereka bekerja keras dan berfikir. Dalam beberapa dekade saja mereka telah bangkit menjadi kekuatan ekonomi dan politik yang kuat.
Nabi Muhammad Saw memberikan petunjuk dalam bersikap. Bahwa orang yang kuat itu bukan orang yang perkasa. Bukan yang pandai marah dan merusak. Orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan diri. Orang yang cerdik dan berakal itulah orang yang kuat. Menahan diri dan menggunakan akalnya sebaik-baiknya. Umat Islam harus belajar mengendalikan diri lalu mulai bekerja cerdas memperbaiki keadaan ekonomi dan meningkatkan ketajaman berpikir agar bisa menguasai ilmu pengetahuan. (az).
Posting Komentar