Kaji Silek Membentuk Karakter Manusia Pembangunan Minangkabau



Kamang Mudiak. - Silek (silat), bagi orang Minang adalah PAKAIAN DIRI. Sehingga mereka menganggap tak obahnya pakaian yang dikenakan, maka SILEK adalah simbol identitas, jati diri, kehormatan, kepribadian dan martabat bagi seseorang, yang dapat menunjukkan status sosial, sekaligus melindungi dari berbagai bahaya yang mungkin mengancam dirinya. 

Karena itu, Silek bagi orang Minang  memiliki karakteristik yang sangat jauh dari tujuan berbangga diri dan unjuk kemampuan apalagi tujuan yang mengarah mencari lawan untuk menguji atau mencoba Ilmu Silek yang sudah diajarkan. Silek Tuo Minangkabau tidak akan pernah dikeluarkan seorang pandeka kecuali sudah benar-benar terdesak.

Prinsip Kaji Silek yang dipelajari oleh seseorang adalah sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah. Oleh karena demi kian dalam BASILEK (bersilat) seseorang harus mengikuti aturan yang ditetapkan Allah dalam Al Qur’an dan As-Sunnah. Hal itu tercermin dalam falsafah Silek Tuo yang terbagi atas dua kalimat yaitu "Lahia Mancari Kawan" dan “Batin Mancari Tuhan" (Lahir Mencari Teman Batin Mencari Tuhan).

Dalam Falsafah  "Lahia Mancari Kawan" ini digambarkan bahwa sebagai seorang pandeka Silek Tuo Minangkabau di bumi ini bukanlah ditugaskan untuk mencari musuh tetapi kita disuruh untuk mencari teman yang banyak. Sedangkan “Batin Mancari Tuhan", maksudnya adalah kita hidup di dunia ini hanya sementara dan akan mati dan kembali lagi pada yang Maha Kuasa. Kita harus siap mati kapanpun karena kita tidak tau kapan ajal menjemput kita karena itulah kita diwajibkan sholat dan berdzikir oleh Silek Tuo.

Karena itulah, Falsafah Silek Minang dinamakan juga falsafah budi pekerti luhur. Disamping mengandung unsur-unsur nilai ketrampilan, para Guru Silek juga mengajarkan budi pekerti, pembentukan kepribadian yang kuat dan semangat kebangsaan dan patriotisme yang tinggi terhadap negara Republik Indonesia. Semangat itu berguna untuk membentuk dan membina manusia pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat. — feeling thankful with Adyan Fathir and 96 others at Surau Suluak Inyiak Cubadak.

Oleh : KH Aby Muhammad Zamri Tuanku Kayo Khalifatullah

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama